Kamis, 01 Oktober 2015

Faktor Pribadi,KEluarga,dan Lingkungan Sosial

Faktor Pribadi, Keluarga, dan Lingkungan Sosial Sebagai Penyebab Timbulnya Kenakalan Remaja dan Penyalahgunaan Narkotik

Bila kita berhadapan dengan seorang remaja yang dinilai atau dicap nakal, antara lain karena perbuatan-perbuatan yang sudah tidak bisa ditoleransi, baik oleh keluarga maupun lingkungannya, dan kemudian terjerumus dalam perilaku yang tidak baik seperti penyalahgunaan narkotik, maka kita dirangsang untuk mengetahui penyebabnya lebih lanjut. Entah perbuatan-perbuatannya itu sebagai reaksi ataukah sebagai akibat, yang pasti ialah bahwa perbuatannya itu ada penyebabnya. Jadi keduanya, yakni perbuatan sebagai reaksi dan sebagai akibat, menunjukkan ada faktor yang mendasari munculnya suatu perilaku tertentu, yakni ada sumbernya. Untuk mengubah suatu perilaku, termasuk perilaku yang tidak dikehendaki, seperti kenakalan dan penyalahgunaan narkotik, perlu pemahaman akan sumber dan penyebabnya. Sumber dan penyebab timbulnya perilaku nakal dan penyalahgunaan narkotik dikelompokkan sebagai berikut.
I. Faktor Pribadi
Setiap anak berkepribadian khusus. Keadaan khusus pada anak bisa menjadi sumber munculnya berbagai perilaku menyimpang. Keadaan khusus ini adalah keadaan konstitusi, potensi, bakat, atau sifat dasar pada anak yang kemudian melalui proses perkembangan, kematangan, atau perangsangan dari lingkungan, menjadi aktual, muncul, atau berfungsi.
  1. Seorang anak bisa bertingkah laku tertentu sebagai bentuk pelarian-pelarian karena ia mengalami kesulitan dalam mengikuti pelajaran-pelajaran di sekolah. Kesulitan ini bersumber pada kemampuan dasar yang kurang baik, di mana taraf kemampuannya terletak di bawah rata-rata. Pelajaran yang dalam kenyataannya terlalu berat bagi anak, menjadi beban yang menekannya sehingga ia selalu berada dalam keadaan tegang, tertekan, dan tidak bahagia.
    Sehubungan dengan masalah pelajaran ini, perasaan-perasaan tertekan dan beban yang tidak sanggup dipikul juga dapat timbul karena berbagai hal yang lain seperti berikut ini.
    1. Tuntutan dari pihak orang tua terhadap prestasi anak yang sebenarnya melebihi kemampuan dasar yang dimiliki anak. Berbagai ungkapan yang sebenarnya keliru sering terdengar dari orang tua, seperti: "Sebenarnya anak saya tidak bodoh, tetapi ia malas" atau "Saya tidak mengharap anak saya mendapat angka 9, asal cukup saja, karena ia sebenarnya bisa."
    2. Tuntutan terhadap anak agar ia bisa memperlihatkan prestasi-prestasi seperti yang diharapkan orang tua. Pada kenyataannya, anak tidak bisa memenuhinya karena masa-masa perkembangannya belum siap untuk bisa menerima kualitas dan intensitas rangsangan yang diberikan. Hal ini sering terjadi pada anak di bawah umur.
    3. Tekanan dari orang tua agar anak mengikuti berbagai kegiatan, baik yang berhubungan dengan pelajaran-pelajaran sekolah maupun kegiatan-kegiatan lain yang berhubungan dengan pengembangan bakat dan minat. Seorang anak memperlihatkan sikap-sikap negatif terhadap pelajaran karena ia harus bersekolah di dua tempat: di sekolah biasa dan di tempat guru khusus yang waktu belajarnya bahkan lebih lama dari sekolah biasa daripada di sekolah biasa.
    4. Kekecewaan pada anak karena tidak berhasil memasuki sekolah atau jurusan yang dikehendaki dan yang tidak dinetralisasikan dengan baik oleh orang tua. Atau kekecewaan pada anak karena ia tidak berhasil memuaskan keinginan-keinginan atau harapan-harapan orang tua. Kekecewaan yang berlanjut pada penilaian bahwa harga dirinya tidak perlu dipertahankan karena orang tua tidak mencintainya lagi.
    Dari uraian di atas jelaslah bahwa masalah yang berkaitan dengan masalah sekolah, masalah belajar, prestasi, dan potensi (bakat) bisa menjadi sumber timbulnya berbagai tekanan dan frustrasi. Hal tersebut dapat mengakibatkan reaksi-reaksi perilaku nakal atau penyalahgunaan obat terlarang.
  2. Seorang anak bisa memperlihatkan perilaku sikap menentang, sikap tidak mudah menerima saran-saran atau nasihat-nasihat orang lain, dan sikap kompensatoris. Kesemuanya itu bisa bersumber pada keadaan fisiknya (misalnya ada kekurangan atau cacat) yang berbeda sekali dibandingkan dengan saudara-saudaranya. Dalam hal ini, mudah timbul perasaan tersisih, kurang diperhatikan, dan tidak bahagia. Suatu keadaan yang mengusik kebahagiaannya dan mudah muncul berbagai reaksi perilaku negatif.
  3. Seorang anak bisa memperlihatkan perilaku yang merepotkan orang tua dan lingkungannya dengan berbagai perilaku yang dianggap tidak mampu menyesuaikan diri. Sumber penyebab hal ini adalah tuntutan-tuntutan yang berlebihan, keinginan-keinginannya yang harus dituruti, dan tidak lekas puas terhadap apa yang diperoleh atau diberikan orang tua. Semua hal tersebut memang mendorong munculnya sikap-sikap yang mudah menimbulkan persoalan pada anak dan tentunya juga sekelilingnya.
Dalam usaha menghadapi dan mengatasi masalah-masalah seperti tersebut di atas, perlu dipahami dan dicari sumber permasalahannya (dalam hal ini pada anak) untuk nenentukan tindakan-tindakan selanjutnya yang tepat. Jika tidak segera diatasi, hambatan-hambatan dalam perkembangan anak dan reaksi-reaksi perilaku yang diperlihatkan dapat terus berkembang serta tidak mustahil akan berlanjut menjadi nakal dan mendorong berbagai perbuatan yang tergolong negatif. Penanganan masalah perilaku yang dilakukan seawal mungkin, sangat diperlukan. Untuk ini, perlu kerja sama dari berbagai pihak, termasuk guru atau pihak sekolah -- yang mengamati anak sekian jam setiap hari --, lingkungan sosial anak, dan khususnya orang tua anak itu sendiri.
II. Faktor Keluarga
Keluarga adalah unit sosial yang paling kecil dalam masyarakat. Meskipun demikian, peranannya besar sekali terhadap perkembangan sosial, terlebih pada awal-awal perkembangan yang menjadi landasan bagi perkembangan kepribadian selanjutnya.
Anak yang baru dilahirkan berada dalam keadaan lemah, tidak berdaya, tidak bisa melakukan apa-apa, tidak bisa mengurus diri sendiri, dan tidak bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhannya sendiri. Jadi, ia tergantung sepenuhnya dari lingkungan hidupnya, yakni lingkungan keluarga, dan lebih luas lagi lingkungan sosialnya. Dalam perkembangannya, anak membutuhkan uluran tangan dari orang lain agar bisa melangsungkan hidupnya secara layak dan wajar. Anak yang baru dilahirkan bisa diibaratkan sebagai sehelai kertas putih yang masih polos. Bagaimana jadinya kertas putih tersebut pada kemudian hari tergantung dari orang yang akan menulisinya. Jadi, bagaimana kepribadian anak pada kemudian hari tergantung dari bagaimana ia berkembang dan dikembangkan oleh lingkungan hidupnya, terutama oleh lingkungan keluarganya. Lingkungan keluarga berperan besar karena merekalah yang langsung atau tidak langsung terus-menerus berhubungan dengan anak, memberikan perangsangan (stimulasi) melalui berbagai corak komunikasi antara orang tua dengan anak.
Tatapan mata, ucapan-ucapan mesra, sentuhan-sentuhan halus, kesemuanya adalah sumber-sumber rangsangan untuk membentuk sesuatu pada kepribadiannya. Seiring dengan tumbuh kembang anak, akan lebih banyak lagi sumber-sumber rangsangan untuk mengembangkan kepribadian anak. Lingkungan keluarga acap kali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal yang memengaruhi berbagai aspek perkembangan anak. Adakalanya, hal ini berlangsung melalui ucapan-ucapan atau perintah-perintah yang diberikan secara langsung untuk menunjukkan apa yang seharusnya diperlihatkan atau dilakukan oleh anak. Adakalanya pula, orang tua bersikap atau bertindak sebagai patokan, sebagai contoh atau model agar ditiru. Kemudian, apa yang ditiru akan meresap dalam diri anak dan menjadi bagian dari kebiasaan bersikap dan bertingkah laku, atau bagian dari kepribadiannya. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, orang tua jelas berperan besar dalam perkembangan kepribadian anak. Orang tua menjadi faktor penting dalam menanamkan dasar kepribadian yang ikut menentukan corak dan gambaran kepribadian seseorang setelah dewasa. Jadi, gambaran kepribadian yang terlihat dan diperlihatkan seorang remaja, banyak ditentukan oleh keadaan serta proses-proses yang ada dan yang terjadi sebelumnya. Lingkungan rumah, khususnya orang tua, menjadi teramat penting sebagai tempat persemaian dari benih-benih yang akan tumbuh dan berkembang lebih lanjut. Pengalaman buruk dalam keluarga akan buruk pula diperlihatkan terhadap lingkungannya. Perilaku negatif dengan berbagai coraknya adalah akibat dari suasana dan perlakuan negatif yang dialami dalam keluarga. Hubungan antarpribadi dalam keluarga, yang meliputi pula hubungan antarsaudara, menjadi faktor penting yang mendorong munculnya perilaku yang tergolong nakal.
Agar terjamin hubungan yang baik dalam keluarga, dibutuhkan peran aktif orang tua untuk membina hubungan-hubungan yang serasi dan harmonis di antara semua pihak dalam keluarga. Namun, yang tentunya terlebih dahulu harus diperlihatkan adalah hubungan yang baik di antara suami dan istri.
III. Lingkungan Sosial dan Dinamika Perubahannya
Lingkungan sosial dengan berbagai ciri khusus yang menyertainya memegang peranan besar terhadap munculnya corak dan gambaran kepribadian pada anak. Apalagi kalau tidak didukung oleh kemantapan dari kepribadian dasar yang terbentuk dalam keluarga. Kesenjangan antara norma, ukuran, patokan dalam keluarga dengan lingkungannya perlu diperkecil agar tidak timbul keadaan timpang atau serba tidak menentu, suatu kondisi yang memudahkan munculnya perilaku tanpa kendali, yakni penyimpangan dari berbagai aturan yang ada. Kegoncangan memang mudah timbul karena kita berhadapan dengan berbagai perubahan yang ada dalam masyarakat. Dalam kenyataannya, pola kehidupan dalam keluarga dan masyarakat dewasa ini, jauh berbeda dibandingkan dengan kehidupan beberapa puluh tahun yang lalu. Terjadi berbagai pergeseran nilai dari waktu ke waktu seiring dengan perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Bertambahnya penduduk yang demikian pesat, khususnya di kota-kota besar, mengakibatkan ruang hidup dan ruang lingkup kehidupan menjadi bertambah sempit. Urbanisasi yang terus-menerus terjadi sulit dikendalikan, apalagi ditahan, menyebabkan laju kepadatan penduduk di kota besar sulit dicegah. Dinamika hubungan menjadi lebih besar, sekaligus menjadi lebih longgar, kurang intensif, dan kurang akrab. Dalam kondisi seperti ini, sikap yang menjadi ciri dari kehidupan masyarakat yang padat: individualistis, kompetitif, dan materialistis, amat mudah timbul. Sesuatu yang sebenarnya wajar, sesuai dengan hakikat kehidupan, hakikat perjuangan hidup untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dengan memenuhi kebutuhan paling pokok dari sistem kebutuhan, yakni makanan.
Pengaruh pribadi terhadap pribadi lain di rumah, di kantor, dan di mana saja yang memungkinkan hubungan yang cukup sering terjadi, akan memengaruhi kehidupan pribadi, kehidupan dalam keluarga, dan kehidupan sosialnya. Banyak kota yang sedang berkembang menjadi tempat pertemuan, percampuran antara berbagai corak kebudayaan, adat istiadat, termasuk bahasa dan sistem nilai sikap. Tidak mustahil dalam keadaan seperti itu, muncul ketidakserasian dan ketegangan yang berdampak pada sikap, perlakuan negatif orang tua terhadap anak, dan lebih lanjut dalam lingkungan pergaulan. Lingkungan pergaulan anak adalah sesuatu yang harus dimasuki karena di lingkungan tersebut seorang anak bisa terpengaruh ciri kepribadiannya, tentunya diharapkan terpengaruh oleh hal-hal yang baik. Di samping itu, lingkungan pergaulan adalah sesuatu kebutuhan dalam pengembangan diri untuk hidup bermasyarakat. Karena itu, lingkungan sosial sewajarnya menjadi perhatian kita semua, agar bisa menjadi lingkungan yang baik, yang bisa meredam dorongan-dorongan negatif atau patologis pada anak maupun remaja.
Upaya perbaikan lingkungan sosial membutuhkan kerja sama yang terpadu dari berbagai pihak, termasuk peran serta dari masyarakat sendiri.
Rangkuman: Berbagai perilaku pada remaja sudah sangat memprihatinkan dan perlu mendapat perhatian kita semua. Mengenai ini, beberapa hal dapat dikemukakan.
  1. Timbulnya sesuatu masalah pada anak dan remaja sehingga memperlihatkan perilaku yang menyimpang, tidak selalu berupa rangkaian sebab akibat yang bersifat pionokausal -- satu sebab menyebabkan satu akibat -- melainkan lebih luas dan lebih kompleks, bukan saja multikausal tetapi berantai (dari satu sebab timbul akibat dan selanjutnya akibat ini menjadi sebab yang baru) atau melingkar (dari satu sebab timbul akibat dan selanjutnya akibat ini berpengaruh terhadap sebab semula). Karena itu, pada kasus-kasus tertentu diperlukan penanganan terhadap berbagai segi yang bermasalah secara serempak atau satu per satu dan acap kali diperlukan pula kerja sama dengan anggota-anggota keluarga lain dan bahkan bisa pula bekerja sama dengan tokoh atau ahli lain yang bekerja dalam tim dengan pendekatan terpadu.
  2. Keluarga sebagai sumber stimulasi ke arah terbentuknya ciri kepribadian yang negatif, yang bisa berlanjut menyimpang dan nakal, perlu lebih aktif mengatur sumber stimulasi agar berfungsi positif. Karena itu, keluarga acap kali perlu memperoleh pengarahan dan bimbingan sesuai dengan fungsinya, namun usaha-usaha tersebut hendaknya tidak terlalu memerhatikan hal-hal yang bersifat kognitif, sebaliknya perlu memerhatikan hal-hal yang afektif. Dalam melaksanakan usaha-usaha aktif ini, beberapa hal perlu diperhatikan, yakni:
    1. Pendekatan terpusat pada anak (child centered approach), yakni dasar adanya kekhususan pada anak, jadi berbeda antara seorang anak dengan anak lain. Berangkat dari keadaan khusus yang dimiliki oleh anak itulah (termasuk misalnya potensi yang khas), arah penanganan dilakukan.
    2. Dalam kehidupan sehari-hari, banyak hal diperlihatkan anak sesuai dengan keinginan, kebutuhan, dan caranya yang khas yang di pihak lain tentu banyak pula yang tidak sesuai atau tidak disetujui orang tua. Upaya mengubah perbuatan yang salah hendaknya mempergunakan dasar dalam proses pendidikan, antara lain sikap tegas, konsisten, bertahap, dan berulang-ulang.
    3. Perlunya memerhatikan masa dan tahapan perkembangan karena sebenarnya setiap saat seorang anak berada dalam keadaan berubah dan kemungkinan untuk diubah. Hukum kesiapan (law of readiness) dalam proses belajar harus diterapkan agar apa yang ingin ditanamkan dapat diterima dan disimpan dengan baik dan menjadi bagian dari kepribadiannya.
    4. Perubahan perilaku adalah proses yang terjadi secara bertahap, sedikit demi sedikit dan berulang-ulang, sesuai dengan hukum pengulangan (law of exercise) dalam proses belajar. Usaha mengubah perilaku anak membutuhkan kesabaran untuk mengulang-ulang (repetition - reinforcement) dan memperkuat apa yang baru diberikan agar menjadi bagian dari kepribadian dan kehidupannya (internalisasi).
    5. Perlu memerhatikan teknik yang mendasarkan pada kasih sayang (love oriented technique). Bahwa banyak perubahan perilaku terjadi justru dengan teknik yang mendasarkan pada kelembutan dan kasih sayang. Teknik yang menyentuh emosi anak sehingga mau membukakan diri dan menuruti apa yang dikehendaki orang tua. Teknik ini bukan sikap memanjakan atau memperbolehkan semua tindakan atau perbuatan anak, tetapi cara pendekatan yang bisa meningkatkan perasaan diterima, dimengerti, sehingga emosinya lebih tenang, terkendali, harmonis, dan mudah menerima saran-saran, dorongan-dorongan untuk bertingkah laku atau sebaliknya menahan untuk tidak melakukan suatu tindakan.
  3. Di samping usaha-usaha aktif, usaha-usaha menciptakan suasana yang baik dalam keluarga adalah usaha lain untuk memengaruhi kepribadian anak. Banyak hal yang berhubungan dengan perasaan senang atau tidak senang, bahagia atau tertekan, sangat dipengaruhi oleh suasana rumah yang tentunya diarahkan dan ditentukan oleh orang tua. Cara orang tua menangani masalah, melakukan kebiasaan-kebiasaan, semua menjadi objek, menjadi model, patokan yang sengaja atau tidak disengaja ditiru oleh anak. Apalagi pada anak-anak yang sedang berada pada masa peka untuk menerima rangsangan-rangsangan dari luar. Proses peniruan tidak hanya terjadi terhadap hal-hal yang menarik untuk ditiru (positif), namun juga, secara tidak disadari, terhadap hal-hal yang negatif, misalnya terhadap perilaku agresif yang cocok dengan keadaannya. Suasana emosi yang baik dalam keluarga bisa menjadi penangkal yang ampuh munculnya perilaku yang tidak baik pada anak. Orang tua menjadi pribadi-pribadi yang banyak menentukan suasana emosi dalam keluarga.
  4. Dalam usaha memperbaiki lingkungan keluarga dengan pribadi-pribadinya dan lingkungan sosial, perlu memerhatikan lingkungan hidup secara lebih luas dan menyeluruh dengan semua faktor yang memengaruhinya. Berbagai perubahan sesuai dengan dinamika kehidupan hendaknya tidak terlalu banyak menimbulkan kegoncangan, kepincangan, dan kesenjangan yang mudah sekali memengaruhi kondisi psikis pribadi maupun kelompok. Lingkungan hidup yang menekan akan menyebabkan ketidakselarasan, baik dalam diri pribadi (intrapsikis) maupun dengan lingkungannya sehingga menjadi ladang yang subur untuk tumbuhnya penyimpangan-penyimpangan perilaku. Pendekatan terpadu antara berbagai pihak yang menangani masalah ini sangat diperlukan.

Rabu, 30 September 2015

Faktor Kenakalan Remaja


Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kenakalan Remaja dari Berbagai Aspek

  kenakalan remaja dewasa ini semakin sering dibincangkan. berbagai cara telah dilakukan untuk menanggulangi kenakalan remaja, namun masih belum maksimal hasilnya. nah, yang paling perlu diketahui dari kenakalan remaja, apa-apa saja penyebabnya. kali ini sobat pendidikan akan mengupas tuntas tentang faktor-faktor yang menyebabkan kenakalan remaja.

Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kenakalan Remaja dari Berbagai Aspek
Kenakalan Remaja
Berbicara  faktor-faktor terjadinya  kenakalan  remaja  sangat  luas dan  beragam,  sehingga  tidak  ada  satu  kesatuan  pendapat.  Ada  yang melihat dari sudut pandang psikologi, agama, ekonomi, hukum, sosiologi dan kriminologi.
Dari aspek kriminologi, W.A. Bonger dalam bukunya Inleiding tot de Criminologie, antara lain mengemukakan :
"Kenakalan remaja sudah merupakan bagian  yang besar dalam kejahatan.  Kebanyakan penjahat  yang  sudah  dewasa  umumnya sudah sejak mudanya menjadi penjahat, sudah merosot kesusilaannya sejak kecil barang siapa menyelidiki sebab-sebab kenakalan remaja dapat mencari tindakan-tindakan pencegahan kenakalan remaja itu sendiri, yang kemudian akan berpengaruh baik pula terhadap pencegahan kejahatan orang dewasa."
Dalam formulasi yang lain, Rusli Effendi dan As- Alam, menyatakan : "Perlunya diadakan penelitian yang mendalam di daerah- daerah  di  Indonesia  mengenai  sebab-sebab  kenakalan  remaja.  Karena tanpa penelitian tidak dapatlah diadakan penanggalan secara efesien dan efektif, lagi pula motif-motif kenakalan di berbagai daerah berbeda satu sama lain."
Menurut pengalaman POLRI, sebagai dikutip oleh Ninik Widiyanti dan Yullus Waskita, "dalam menangani kasus yang terjadi di masyarakat dapat dikatakan banyak faktor yang turut mempengaruhi terjadinya kenakalan remaja. Untuk terjadinya suatu pelanggaran maka dua unsur harus bertemu yaitu niat untuk melakukan suatu pelanggaran dan kesempatan untuk melaksanakan niat tersebut. Jika hanya ada salah satu dari kedua unsur tersebut di atas maka tidak akan terjadi apa-apa, yaitu ada niat untuk melakukan pelanggaran tetapi tidak ada kesempatan untuk melaksanakan niat tersebut, maka tidak mungkin terlaksana pelanggaran itu."
Salah  seorang  ahli  kriminologi  di  Indonesia,  Soejono Dirdjosisworo, pada intinya membagi sebab musabab kenakalan remaja terdiri dari ":(1) sebab intern yang terdapat dalam diri si anak; (2) sebab eksteren yang terdapat di luar diri si anak."16
Sudarsono menguraikan sebab-sebab kenakalan remaja yang oleh
penulis  disimpulkan  sebagai  berikut  :  kenakalan  remaja  akan  muncul karena beberapa sebab, baik karena salah satu maupun bersamaan, yaitu keadaan keluarga, keadaan sekolah dan keadaan masyarakat.
Dari sudut psikologi, Dadang Hawari, mengatakan:
"Remaja kita dalam kehidupannya sehari-hari hidup dalam tiga kutub, yaitu kutub keluarga, sekolah dan masyarakat. Kondisi masing-masing kutub dan interaksi antar ketiga kutub itu, akan menghasilkan dampak yang posisif maupun negatif pada remaja. Dampak positif misalnya prestasi sekolahnya baik dan tidak menunjukkan perilaku antisosial. Sedangkan dampak negatif misalnya,  prestasi  sekolah  merosot,  dan  menunjukkan perilaku menyimpang (antisosial). Oleh karena itu pencegahan dan penanganan dampak negatif tersebut, hendaknya ditujukan kepada ketiga kutub tadi secara utuh dan tidak partial."
Raema  Andreyana, menguraikan  faktor-faktor  yang  mendukung terjadinya delinkuensi remaja, yang penulis simpulkan sebagai berikut:

  1. Faktor keluarga, khususnya orang tua. Dalam hal ini orang tua yang kurang memahami arti mendidik anak, dan yang begitu sibuk bekerja.
  2. Hubungan suami istri yang kurang harmonis
  3. Faktor lingkungan
  4. Faktor sekolah, termasuk di  dalamnya  guru,  pelajaran,  tugas-tugas sekolah dan lain-lain yang berhubungan dengan sekolah.19

Dari sudut ilmu pendidikan, M. Arifin mengamati masalah remaja dengan menguraikan faktor-faktor terjadinya.20 M. Arifin menganggap bahwa "keadaan dan lingkungan sekitar remaja puber yang bersifat negatif akan lebih mudah mempengaruhi tingkah laku yang negatif pula. Sebaliknya keadaan lingkungan sekitar yang bersifat positif akan mengandung  nilai-nilai  konstruktif  yang  akan  memberikan  pengaruh
positif pula. Oleh karena situasi perkembangan jiwa remaja yang labil demikian itu, maka cenderung untuk melakukan penyimpangan yang dirasakan sebagai suatu proses terhadap situasi dan kondisi masyarakat yang kurang akomodatif terhadap angan-angan dan gejolak jiwanya." 
Menurut Abdullah Nashih Ulwan,
Banyak  faktor  penyebab  terjadinya  kenakalan  pada  anak  yang dapat  menyeret  mereka  pada  dekadensi  moral  dan ketidakberhasilan pendidikan mereka di dalam masyarakat, dan kenyataan kehidupan yang pahit penuh dengan "kegilaan." Betapa banyak sumber kejahatan dan kerusakan yang menyeret mereka dari berbagai sudut dan tempat berpijak.
Oleh karena itu, jika para pendidik tidak dapat memikul tanggung jawab dan amanat yang dibebankan kepada mereka, dan pula tidak mengetahui faktor-faktor yang dapat menimbulkan kelainan pada anak- anak serta upaya penanggulangannya, maka akan terlahir suatu generasi yang bergelimang dosa dan penderitaan di dalam masyarakat.
Menurut Abdullah Nashih Ulwan beberapa faktor yang menimbulkan kenakalan remaja di antaranya:
a.   "Kemiskinan yang Menerpa Keluarga b.   Disharmoni Antara Bapak dan Ibu
c.   Perceraian dan Kemiskinan Sebagai Akibatnya
d.   Waktu Senggang yang Menyita Masa Anak dan Remaja 
e.   Pergaulan Negatif dan Teman yang Jahat
f.   Buruknya Perlakuan Orang Tua Terhadap Anak."
Merujuk pada uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kenakalan remaja akan muncul karena beberapa sebab, baik karena salah  satu  maupun  bersamaan,  yaitu  keadaan  keluarga,  keadaan
sekolah  dan  keadaan  masyarakat.  faktor-faktor  yang  mendukung terjadinya   delinkuensi   remaja,   yang   penulis   simpulkan   sebagai berikut:

  1. Faktor keluarga, khususnya orang tua. Dalam hal ini orang tua yang kurang memahami arti mendidik anak, dan yang begitu sibuk bekerja.
  2. Hubungan suami istri yang kurang harmonis
  3. Faktor lingkungan
  4. Faktor sekolah, termasuk di dalamnya guru, pelajaran, tugas-tugas sekolah dan lain-lain yang berhubungan dengan sekolah

sumber:
M.Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam dan umum, (Jakarta: Bumi Aksara, edisi terbaru, 2004), hlm. 78
Abdullah  Nashih  Ulwan,  Tarbiyatul  Aulad  Fil  Islam,  terj.  Jamaluddin  Mirri, "Pendidikan Anak dalam Islam" Jilid 1, (Bandung: PT-Rosdakarya, 1992), hlm. 113.
Sudarsono, Etika Islam  tentang Kenakalan Remaja, (Jakarta: Bina Aksara, 2005), hlm.19-32
Dadang Hawari, Psikiater, al-Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 2005), hlm.235.
Raema Andreyana dalam Kartini Kartono, Bimbingan Bagi Anak dan Remaja yang Bermasalah, Ed. I, ( Jakarta: CV. Rajawali, 2006), hlm.116-118.
W.A. Bonger, Pengantar tentang Kriminologi, terj. R.A. Koesnoen, (Jakarta: PT. Pembangunan, 2005), hlm.139.
Lembaga Kriminologi Fakultas Hukum UNDIP, Laporan Seminar Kriminologi III, 1977, sebagaimana dikutip oleh Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, (Semarang: Galia Indonesia, 2006), hlm.139.
Ninik   Widiyanti   dan   Yullus   Waskita,   Kejahatan   dalam   Masyarakat   dan Pencegahannya, (Jakarta: PT. Bina Aksara, 2005), hlm.116
Soejono Dirdjosisworo, Bunga Rampai Kriminologi, (Bandung: Armico, 2007), hlm.35-41
Simanjutak,  Pengantar  Kriminologi  dan  Patologi  Sosial,  (Bandung:  Transito, 2006), hlm. 292.
Kartini Kartono Patologi Sosial 2 Kenakalan Remaja, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010), hlm. 136.

Peran Guru Dalam mengatasi Kenakalan Remaja

Peran guru sangatlah penting sebagai pengganti orang  tua disaat sekolah
Sejak pertama lahir di dunia, manusia terus mengalami proses sosialisasi dengan lingkungan disekitarnya. Pertama kali manusia mengalami sosialisasi di dalam lingungan keluarga dimana manusia mendapatkan kasih sayang dan nilai-nilai dasar yang berguna untuk kehidupannya kelak, seperti moral, budi pekerti, akhlak dan sopan santun. Perkembangan ini selanjutnya mengarah pada sosialisasi lingkungan, dimana merupakan tempat bermain dalam masa kanak-kanak. Hal ini merupkan perkembangan anak yang dimana perkembangan ini akan dilan jutkan dalam lingkungan sekolah, dimana orang tua memberikan tanggung jawab kepada sekolah sebahagi lingkungan pendidikan, atau lingkungan sosialisasi yang baru kepada anak
Saat memasuki usia sekolah, proses soialisasi tersebut mulai bertambah luas seiring semakin tingginya jenjang pendidikan yang dijalani. Seperti bersosialisasi dengan guru maupun teman-teman sebaya yang secara geografis berjauhan dengannya. Dalam sosialisasi tersebut tentunya akan berdampak positif ataupun sebaliknya dalam perkembangan moralnya. Seperti mendapatkan dukungan/motivasi dari guru dan teman-teman untuk berprestasi tentunya akan berdampak positif bagi perkembangan anak itu sendiri. Begitu juga sebaliknya, apabila menadapatkan pengaruh-pengaruh buruk dari teman-teman sebayanya  seperti berkelahi, merokok, dan kenakalan-kenakalan remaja lainnya dan hal tersebut dibiarkan saja tanpa ada pengendalian atau kontrol dari guru dan orang tua, tentu saja berdampak negatif bagi perkembangan anak itu sendiri.
Oleh karena itu, sekolah sebagai lembaga pencetak generasi penerus bangsa, seharusnya dapat membuat generasi yang berkepribadian baik, bermoral, dan bertanggung jawab. Sehingga pantas menjadi calon pemimpin dimasa yang akan datang.
Dan guru, sebagai salah satu komponen dari lembaga tersebut, seharusnya bukan hanya menitik beratkan pada transfer ilmu kepada siswanya tetapi juga harus bisa membentuk karakter siswa yang jauh dari hal-hal negatif, sehingga pantas menjadi calon pemimpin di masa yang akan datang, bukan membentuk generasi “rusak” yang penuh dengan kenakalannya.
Sardiman (2001:142) menyatakan bahwa ada sembilan peran guru, yaitu:
a. Informator, guru diharapkan sebagai pelaksana cara mengajar informatif, laboratorium, studi lapangan, dan sumber informasi kegiatan akademik maupun umum.
b. Organisator, guru sebagai pengelola kegiatan akademik, silabus, jadwal pelajaran dan lain-lain.
c. Motivator, guru harus mampu merangsang dan memberikan dorongan serta reinforcement untuk mendinamisasikan potensi siswa, menumbuhkan swadaya (aktivitas) dan daya cipta (kreativitas) sehingga akan terjadi dinamika di dalam proses belajar-mengajar.
d. Director, guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.
e. Inisiator, guru sebagai pencetus ide dalam proses belajar-mengajar.
f. Transmitter, guru bertindak selaku penyebar kebijaksanaan dalam pendidikan dan pengetahuan.
g. Fasilitator, guru akan memberikan fasilitas atau kemudahan dalam proses belajar-mengajar.
h. Mediator, guru sebagai penengah dalam kegiatan belajar siswa.
i. Evaluator, guru mempunyai otoritas untuk menilai prestasi anak didik dalam bidang akademik maupun tingkah laku sosialnya, sehingga dapat menentukan bagaimana anak didiknya berhasil atau tidak.
Sedangkan menurut WF Connell (1972) membedakan tujuh peran seorang guru yaitu:
(1) pendidik (nurturer),
(2) model,
(3) pengajar dan pembimbing,
(4) pelajar (learner),
(5) komunikator terhadap masyarakat setempat,
(6) pekerja administrasi, serta
(7) kesetiaan terhadap lembaga.
Peran guru sebagai pendidik (nurturer) merupakan peran-peran yang berkaitan dengan tugas-tugas memberi bantuan dan dorongan (supporter), tugas-tugas pengawasan dan pembinaan (supervisor) serta tugas-tugas yang berkaitan dengan mendisiplinkan anak agar anak itu menjadi patuh terhadap aturan-aturan sekolah dan norma hidup dalam keluarga dan masyarakat. Tugas-tugas ini berkaitan dengan meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak untuk memperoleh pengalaman-pengalaman lebih lanjut seperti penggunaan kesehatan jasmani, bebas dari orang tua, dan orang dewasa yang lain, moralitas tanggungjawab kemasyarakatan, pengetahuan dan keterampilan dasar, persiapan.untuk perkawinan dan hidup berkeluarga, pemilihan jabatan, dan hal-hal yang bersifat personal dan spiritual. Oleh karena itu tugas guru dapat disebut pendidik dan pemeliharaan anak. Guru sebagai penanggung jawab pendisiplinan anak harus mengontrol setiap aktivitas anak-anak agar tingkat laku anak tidak menyimpang dengan norma-norma yang ada.
Peran guru sebagai model atau contoh bagi anak. Setiap anak mengharapkan guru mereka dapat menjadi contoh atau model baginya. Oleh karena itu tingkah laku pendidik baik guru, orang tua atau tokoh-tokoh masyarakat harus sesuai dengan norma-norma yang dianut oleh masyarakat, bangsa dan negara. Karena nilai nilai dasar negara dan bangsa Indonesia adalah Pancasila, maka tingkah laku pendidik harus selalu diresapi oleh nilai-nilai Pancasila.
Peranan guru sebagai pengajar dan pembimbing dalam pengalaman belajar. Setiap guru harus memberikan pengetahuan, keterampilan dan pengalaman lain di luar fungsi sekolah seperti hasil belajar yang berupa tingkah laku pribadi dan spiritual dan memilih pekerjaan di masyarakat, hasil belajar yang berkaitan dengan tanggung jawab sosial tingkah laku sosial anak. Kurikulum harus berisi hal-hal tersebut di atas sehingga anak memiliki pribadi yang sesuai dengan nilai-nilai hidup yang dianut oleh bangsa dan negaranya, mempunyai pengetahuan dan keterampilan dasar untuk hidup dalam masyarakat dan pengetahuan untuk mengembangkan kemampuannya lebih lanjut.
Peran guru sebagai pelajar (leamer). Seorang guru dituntut untuk selalu menambah pengetahuan dan keterampilan agar supaya pengetahuan dan keterampilan yang dirnilikinya tidak ketinggalan jaman. Pengetahuan dan keterampilan yang dikuasai tidak hanya terbatas pada pengetahuan yang berkaitan dengan pengembangan tugas profesional, tetapi juga tugas kemasyarakatan maupun tugas kemanusiaan. Sedangkan peranan guru yang lain adalah sebagai komunikator pembangunan masyarakat. Seorang guru diharapkan dapat berperan aktif dalam pembangunan di segala bidang yang sedang dilakukan. Ia dapat mengembangkan kemampuannya pada bidang-bidang dikuasainya.
Selanjutnya guru sebagai administrator. Seorang guru tidak hanya sebagai pendidik dan pengajar, tetapi juga sebagai administrator pada bidang pendidikan dan pengajaran. Oleh karena itu seorang guru dituntut bekerja secara administrasi teratur. Segala pelaksanaan dalam kaitannya proses belajar mengajar perlu diadministrasikan secara baik. Sebab administrasi yang dikerjakan seperti membuat rencana mengajar, mencatat hasil belajar dan sebagainya merupakan dokumen yang berharga bahwa ia telah melaksanakan tugasnya dengan baik.

Cara Menghindari Dan Mengatasi Pergaulan Bebas Pada Remaja

 Cara yang perlu di lakukan

Dari tahun ketahun rupanya statistik remaja yang terjerumus kedalam pergaulan bebas semakin meningkat, jika hal ini tidak di tanggapi dengan serius ini semua bisa menjadi bom waktu buwat indonesia.
Karena para remaja yang terjerumus kedalam pergaulan bebas sudah biasa melakukan hubungan sex dan memakai obat – obatan terlarang yang nantinya akan membunuh mereka sendiri.
Karena jika orang sudah terbiasa dengan sex bebas dan obat – obatan terlarang peluang terkena penyakit HIV AIDS sangatlah besar, dasamping itu dengan memakai obat – obatan terlarang juga akan merusak tubuh mereka sendiri yang ujung – ujungnya juga akan mempersingkat umur mereka.
Nah jika sudah begini siapa yang rugi? Tidak hanya keluarga yang ditinggalkan saja yang rugi, negara pun juga akan rugi karena sudah kehilangan calon penerus bangsa.
Maka dari itu kesadaran anak remaja itu sendiri maupun orang tua di rumah serta pemerintah harus ditingkatkan lagi jika tidak ingin melihat bangsa ini nantinya hanya ada pulau – pulau dan binatang saja.
Berikut ini ada sedikit tips ataupun saran buat anda yang masih remaja dan orang tua agar anda yang masih remaja atau anak anda nantinya tidak terjerumus dalam lembah setan.

7  Cara Menghindari Dan mengatasi Pergaulan Bebas Pada Remaja
1. Mengisi Waktu Kosong Dengan Kegiatan Positif ( Buat Anak Remaja )
Daripada kalian yang masih remaja ini membuang waktu kalian dengan malas – malasan atau keluyuran tidak jelas yang nantinya bisa terjerumus kedalam pergaulan bebas lebih baik gunakan waktu kalian dengan kegiatan positif seperti belajar, sembahyang, belajar ke agamaan atau membuat kegiatan sosial lainnya yang berguna seperti mengumpulkan bantuan untuk korban bencana alam atau dari hal yang sepele kamu bisa kumpulkan teman – teman kamu untuk diajak kerja bakti.
Yang jelas jangan buang waktu kalian dengan percuma dan jangan sampai masuk ke pergaulan bebas akibat sering keluyuran sana sini.

2. Cara Bergaul
Dengan bergaul atau punya banyak teman memang akan memberikan kemudahan bagi anda untuk menjalani hidup, tapi jangan sampai kalian itu salah bergaul. Oleh karena itu sebelum anda memutuskan berteman dengan orang cari tahu dulu apakah orang yang akan menjadi teman anda itu akan membawa pengaruh atau dampak baik buat hidup anda kedepannya.
Jika menurut anda baik untuk hidup anda kedepannya, silakan berteman dengan orang tersebut.
Buat orang tua juga harus selalu memantau perkembangan anaknya terutama dalam hal pergaulan, seperti kata saya diatas jika sampai sedikit saja anak anda salah bergaul maka akibatnya akan patal.
Maka dari itu peran orang tua juga di perlukan untuk mencegah maraknya pergaulan bebas dikalangan remaja.

3. Orang Tua Lebih Akrab Dengan Anak
Jika orang tua sudah bisa akrab dengan anak layak seorang sahabat secara tidak langsung anda akan mengetahui kegiatan dan pergaulan anak anda sehari – hari.
Karena biasanya jika anak sudah dekat dengan orang tuanya jika anak tersebut ada masalah atau ada hal baru pasti akan di ceritakan kepada orang tuanya.
Nah disinilah kesempatan orang tua untuk mengarahkan anak untuk menjadi anak yang baik, karena jika anak anda sudah dirasa mau bersikap tidak benar berilah anak anda masukan – masukan yang positif secara lembut, ini bertujuan agar si anak tidak menolak sugesti atau masukan positif yang anda berikan.
Karena bagaimanapun juga anak yang masih remaja itu keingin tahuannya masih sangat besar, dan semakin dilarang akan semakin berniat mencoba.
Jadi beri anak anda masukan secara santai dan tanpa di marahi.
Jadi mulai sekarang dekatkanlah diri anda dengan anak anda agar secara tidak langsung anda mampu mengontrol tingkah laku anak anda.

4. Lingkungan
Ini merepukan peran terbesar orang tua agar anak anda nantinya tidak terjerumus ke dalam pergaulan bebas, karena jika anak anda di tempatkan atau tinggal di lingkukang yang tidak baik maka kemungkinan anak anda menjadi tidak baik juga sangat besar, karena bagaimanapun selain keluarga yang mempengaruhi perkembangan anak adalah lingkungan.
Karena biasanya di lingkungan tempat tinggalnyalah si anak akan menemukan sesuatu yang baru, yaw kalau sesuatu yang bru nantinya akan berdampak baik, bagaimana jika berdampak buruk?
Jawabannya pasti sudah anda tau jika lingkungan tempat tinggal anak anda memberi pengaruh yang tidak baik pastinya anak anda juga akan menjadi tidak baik juga.
So tempatkan anak anda dilingkungan yang baik agar kedepannya bisa anak anda bisa menjadi orang yang baik, bagi yang muslim mungkin bisa menaruh anak anda di pesantren.

5. Membatasi Waktu Anak Keluar Rumah
Dengan membatasi waktu anak keluar rumah di harapkan kesempatan anak menemukan sesuatu hal yang baru itu semakin sedikit, karena seperti kata saya pada tips no 4 jika di lingkungan atau pergaulannya si anak lebih banyak mendapatkan sesuatu hal baru yang memberi pengaruh negatif maka anak anda akan menjadi tidak baik.
Jadi lebih baik membatasik waktu anak keluar rumah daripada mengambil resiko yang patal nantinya.

6. Dilarang Pacaran
Jika kamu yang masih belum cukup umur lebih jangan pacaran dulu, karena selain menggang pelajaran kamu, nantinya kamu bisa terjerumus ke hal yang tidak – tidak seperti sex bebas yang nantinya kalau sudah begitu kamu bisa kena virus HIV AIDS yang akan membuat umur kamu menjadi lebih singkat, karena sampai saat ini belum ada obatnya untuk penyakit ini.
Buat orang tua juga kalau bisa anaknya jika masih di bawah umur jangan di kasih pacaran dulu jika tidak ingin anak anda masuk kedalam sex bebas.
Karena bagaimanapun rasa ingin tahu dan mencoba anak remaja itu masih sangat besar sehingga jika sudah pacaran bukan tidak mungkin akan mencoba berhubungan badan dan jika sudah begini akan kecanduan dan terjerumus kedalam sex bebas.

7. Pengamanan Pemerintah
Saya sendiri tau kalau pemerintah juga sudah berjuang keras untuk mengurangi angka sex bebas dan pemakain obat – obatan terlarang, tapi kalau bisa tolong setiap bebrapa hari sekali dalam seminggu mengadakan razia obat – obatan terlarang ke sekolah – sekolah sehingga kedepannya bangsa ini bisa jauh dari yang namanya sex bebas dan obat – obatan terlarang.

Terimakasih sudah membaca artikel Cara Menghindari Dan mengatasi Pergaulan Bebas Pada Remaja dan mudah – mudahan angka atau statistik pergaulan bebas di indonesia ini bisa menurun sehingga tercipta negara yang anti sex bebas dan obat – obatan terlarang.

Jumat, 11 September 2015

pergaulan remaja di indonesia


Pergaulan merupakan proses interaksi yang dilakukan oleh individu dengan individu, dapat juga oleh individu dengan kelompok.
Seperti yang dikemukakan oleh Aristoteles bahwa manusia sebagai makhluk sosial (zoon-politicon), yang artinya manusia sebagai makhluk sosial yang tak lepas dari kebersamaan dengan manusia lain. Pergaulan mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan kepribadian seorang individu. Pergaulan yang ia lakukan itu akan mencerminkan kepribadiannya, baik pergaulan yang positif maupun pergaulan yang negatif. Pergaulan yang positif itu dapat berupa kerjasama antar individu atau kelompok guna melakukan hal – hal yang positif. Sedangkan pergaulan yang negatif itu lebih mengarah ke pergaulan bebas, hal itulah yang harus dihindari, terutama bagi remaja yang masih mencari jati dirinya. Dalam usia remaja ini biasanya seorang sangat labil, mudah terpengaruh terhadap bujukan dan bahkan dia ingin mencoba sesuatu yang baru yang mungkin dia belum tahu apakah itu baik atau tidak.
Pengertian pergaulan bebas
Pergaulan bebas adalah salah satu bentuk perilaku menyimpang, yang mana “bebas” yang dimaksud adalah melewati batas-batas norma ketimuran yang ada. Masalah pergaulan bebas ini sering kita dengar baik di lingkungan maupun dari media massa.
Pergaulan bebas menurut agama
Dilihat dari segi katanya dapat ditafsirkan dan dimengerti apa maksud dari istilah pergaulan bebas. Dari segi bahasa pergaulan artinya proses bergaul, sedangkan bebas artinya terlepas dari ikatan. Jadi pergaulan bebas artinya proses bergaul dengan orang lain terlepas dari ikatan yang mengatur pergaulan.
Islam telah mengatur bagaimana cara bergaul dengan lawan jenis. Hal ini telah tercantum dalam surat An-Nur ayat 30-31. Telah dijelaskan bahwa hendaknya kita menjaga pandangan mata dalam bergaul. Lalu bagaiamana hal yang terjadi dalam pergaulan bebas? Tentunya banyak hal yang bertolak belakang dengan aturan-aturan yang telah Allah tetapkan dalam etika pergaulan. Karena dalam pergaulan bebas itu tidak dapat menjamin kesucian seseorang.
Penyebab pergaulan bebas
1. Faktor Orang Tua
Para orang tua perlu menyadari bahwa jaman telah berubah.System komunikasi, pengaruh media masa, kebebasan pergaulan dan modernisasi di berbagai bidang dengan cepat memepengaruhi anak-anak kita.Budaya hidup kaum muda masa kini, berbeda dengan jamanpara orang tua masih remaja dulu. Pengaruh pergaulan yang datang dari orang tuadalam era ini, dapat kita sebutkan antara lain:
* Faktor kesenjangan pada sebagian masyarakat kita masih terdapat anak-anak yang merasa bahwa orang tua mereka ketinggalan jaman dalam urusan orang muda. Anak-anak muda cenderung meninggalkan orang tua, termasuk dalam menentukan bagaimana mereka akan bergaul. Sementara orang tua tidak menyadari kesenjangan ini sehingga tidak ada usaha mengatasinya.
* Faktor kekurang pedulian Orang tua kurang perduli terhadap pergaulan muda-mudi. Mereka cenderung menganggap bahwa masalah pergaulan adalah urusan anak-anak muda, nanti orang tua akan campur tangan ketika telah terjadi sesuatu. Padahal ketika sesuatu itu telah terjadi, segala sesuatu sudah terlambat
* Faktor ketidak mengertian kasus ini banyak terjadi pada para orang tua yang kurang menyadari kondisi jaman sekarang. Mereka merasa sudah melakukan kewajibannya dengan baik, tetapi dalam urusan pergaulan anak-anaknya, ternyata tidak banyak yang mereka lakukan. Bukannya mereka tidak perduli, tetapi memang mereka tidak tahu apa yang harus mereka perbuat.
2. Faktor agama dan iman.
Agama dan keimanan merupakan landasan hidup seorang individu. Tanpa agama hidup mereka akan kacau, karena mereka tidak mempunyai pandangan hidup. Agama dan keimanan juga dapat membentuk kepribadian individu. Dengan agama individu dapat membedakan mana yang baik dan mana yang tidak. Tetapi pada remaja yang ikut kedalam pergaulan bebas ini biasanya tidak mengetahui mana yang baik dan mana yang tidak.
3. Perubahan Zaman
Seiring dengan perkembangan zaman, kebudayaan pun ikut berkembang atau yang lebih sering dikenal dengan globalisasi. Remaja biasanya lebih tertarik untuk meniru kebudayaan barat yang berbeda dengan kebudayaan kita, sehingga memicu mereka untuk bergaul seperti orang barat yang lebih bebas.
Dampak Pergaulan Bebas
Pergaulan bebas identik sekali dengan yang namanya “dugem” (dunia gemerlap). Yang sudah menjadi rahasia umum bahwa di dalamnya marak sekali pemakaian narkoba. Ini identik sekali dengan adanya seks bebas. Yang akhirnya berujung kepada HIV/AIDS. Dan pastinya setelah terkena virus ini kehidupan remaja akan menjadi sangat timpang dari segala segi.
Tingginya kasus penyakit Human Immunodeficiany Virus/Acquired Immnune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS), khususnya pada kelompok umur remaja.
Solusi Mengatasi Pergaulan Bebas
seharusnya kita sebagai pemuda islam yang berpendidikan haruslah mengetahui dampak dan akibat dari pergaulan bebas tadi. Sehingga kita tidak akan terjerumus dalam tindakan yang dilarangan oleh agama islam.